KHUTBAH IDUL ADHA 1446/ 2025
HALAMAN KANTOR WALI KOTA JAKARTA SELATAN
Oleh : Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
ٱللَّهُ أَكْبَرُ (٩×)
أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ ٱللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا.
لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ ٱلْأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْكَافِرُونَ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ ٱللَّهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى ٱللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
قَالَ ٱللَّهُ تَعَالَى فِي ٱلْقُرْآنِ ٱلْكَرِيمِ:
يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُسْلِمُونَ.
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga pada pagi yang penuh berkah ini kita masih diberi kesempatan untuk berkumpul di tempat yang insya Allah dilimpahi keberkahan oleh Allah Swt.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada keluarga beliau, para sahabatnya, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, serta seluruh umat yang setia mengikuti jejaknya hingga akhir zaman. Semoga kita semua termasuk golongan yang mampu meneladani akhlak mulia Rasulullah, menghidupkan sunnah-sunnahnya dan kelak mendapatkan syafaatnya pada hari di mana harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali bagi orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih—قَلْبٍ سَلِيمٍ. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.
Hari ini bukanlah hari biasa. Ini adalah hari yang sangat mulia—hari teladan, hari perjuangan, dan hari pengorbanan. Kita mengenang kembali kisah luar biasa dari keluarga mulia: Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, istrinya Siti Hajar, dan putra tercintanya, Nabi Ismail ‘alaihissalam. Dari merekalah kita belajar arti sejati dari keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran dalam menjalani ujian dari Allah. Melalui ibadah haji dan kurban, kita diajak untuk merenungi nilai-nilai luhur yang telah mereka aktualisasikan, dan mengambil pelajaran untuk diterapkan dalam kehidupan kita hari ini.
Di antara sekian banyak Nabi dan Rasul yang diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya dua nabi yang secara eksplisit diberi gelar "uswatun hasanah"—suri teladan yang baik—dalam Al-Qur’an. Mereka adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Allah Swt berfirman mengenai Rasulullah ﷺ dalam surah Al-Ahzab:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..." (QS Al-Ahzab [33]: 21)
Dan tentang Nabi Ibrahim AS, Allah berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia..." (QS Al-Mumtahanah [60]: 4)
Mengapa hanya dua Nabi ini yang disebuti uswatun hasanah? Karena keteladanan mereka tidak hanya tercermin dalam diri mereka secara individu, tetapi juga dalam keluarga mereka. Mereka bukan hanya pemimpin umat, tetapi juga teladan dalam keluarga. Istri, anak-anak, dan seluruh keluarga mereka mencerminkan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Allah Swt.
Mari kita lihat Nabi Ibrahim AS. Beliau memiliki dua putra yang luar biasa: Nabi Ismail dan Nabi Ishaq, serta dua istri yang shalihah: Siti Hajar dan Sarah. Mereka adalah keluarga yang dibina dengan keimanan yang kokoh dan akhlak yang luhur. Dalam kisah penyembelihan (udhiyah), kita menyaksikan kepatuhan luar biasa dari Nabi Ismail AS yang tunduk pada perintah Allah, patuh kepada orang tua, dan sabar dalam ujian.
Begitu pula dengan Nabi Muhammad ﷺ. Beliau hidup bersama istri-istri yang disebut sebagai "Ummahatul Mu’minin"—ibu-ibu kaum mukminin. Anak beliau, Fatimah Az-Zahra, adalah wanita suci yang darinya lahir keturunan yang shalih dan shalihah yang menjadi teladan bagi generasi setelahnya. Berbeda dengan Nabi Adam yang memiliki anak Qabil yang membunuh saudaranya Habil, Nabi Nuh memiliki anak Kan’an dan serta anak dan istri Nabi Luth yang durhaka kepada Allah Swt.
Dari keluarga Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim inilah mengajarkan kita bahwa keteladanan sejati dimulai dari keluarga. Bahwa membangun umat atau masyarakat hendaknya dimulai dari membangun rumah tangga yang dipenuhi nilai-nilai iman.
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, keberhasilan sering diukur dari prestasi jabatan, kesuksesan bisnis, atau popularitas di tengah masyarakat. Namun, ada satu aspek yang justru sering luput dari penilaian umum yaitu keberhasilan dalam memimpin keluarga.
Banyak orang yang sukses secara materi tetapi anak-anaknya terjerumus ke dalam pergaulan bebas, atau tindak kriminal lainnya. Banyak anak yang merasa asing di rumah sendiri, karena sang ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan dan sang ibu pun disibukkan dengan kesibukan lainnya. Akibatnya, rumah kehilangan fungsinya sebagai tempat berlindung, tempat kasih sayang, tumbuh dan berkembang. Mereka pun mencari kehangatan di luar, meski harus menempuh jalan yang keliru. Inilah realitas broken home modern—rumah utuh secara fisik, tapi hancur secara emosional.
Dalam kondisi seperti ini, mari kita menengok kembali pada teladan agung Rasulullah Muhammad ﷺ. Beliau adalah manusia paling sibuk, bayangkan beliau adalah pemimpin negara, beliau juga panglima perang yang memimpin lebih dari 19 peperangan, beliau juga seorang guru bagi murid-muridnya yaitu para sahabat Nabi, beliau juga hakim yang memutuskan perkara, selain pengusaha beliau adalah imam shalat lima waktu di masjid Nabawi, tapi walau demikian Rasulullah tidak pernah mengatakan sibuk untuk urusan keluarganya.
Justru sebaliknya, beliau tetap menjadi suami terbaik bagi istri-istrinya dan ayah teladan bagi anak-anaknya. Beliau bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku.” (HR. Ibnu Asakir)
Bagaimana agar Kita bisa mengikuti jejak Rasulullah Saw, Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.
Langkah pertama adalah mengubah orientasi hidup kita. Bahwa segala aktivitas dalam keluarga seperti memberi nafkah, mendidik anak, melayani pasangan harus diniatkan sebagai ibadah karena Allah Swt. Rasulullah bersabda:
إنَّكَ لَنْ تُنفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِيْ بِهَا وَجْهَ اللهِ إِلَّا أُثِبْتَ عَلَيْهَا
“Tidaklah kamu memberikan satu nafkah yang kamu niatkan karena mengharap ridha Allah, kecuali kamu akan mendapatkan pahala karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian juga bagi seorang istri. Kepatuhan, kesetiaan, dan penghormatannya kepada suami bukan semata-mata karena manusia, tetapi diniatkan sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Rasulullah bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, menjaga kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka ia boleh masuk ke surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Jika ingin membangun masyarakat yang baik, mulailah dari keluarga. Jika ingin anak yang shalih dan generasi yang kuat, mulailah dari rumah. Keluarga bukan sekadar tempat tinggal, tapi madrasah pertama bagi manusia. Dan Nabi Muhammad ﷺ serta Nabi Ibrahim AS telah membuktikan bahwa kesuksesan sejati dimulai dari keberhasilan dalam memimpin keluarga.
Ujian dan cobaan dalam keluarga bisa menimpa siapa saja, tanpa memandang tingkat kesalehan atau status sosialnya. Bahkan Nabi Muhammad Saw—manusia paling mulia, makhluk yang paling dicintai oleh Allah Swt—juga menghadapi berbagai ujian berat dalam keluarganya. Cobaan itu datang silih berganti sepanjang hidup beliau.
Bayangkan, Rasulullah Saw harus merasakan pahitnya kehilangan anak-anak tercinta. Dari enam anak beliau, hanya satu yang hidup hingga wafatnya Nabi, yaitu Fatimah az-Zahra. Anak laki-laki pertama beliau, Qasim, wafat di usia dua tahun. Kemudian disusul oleh Abdullah yang wafat ketika masih bayi. Anak laki-laki beliau yang lain, Ibrahim, juga meninggal pada usia 1 tahun 10 bulan. Betapa beratnya kehilangan buah hati yang ditunggu dengan penuh harap selama sembilan bulan dalam kandungan—namun kemudian dipanggil oleh Allah dalam usia yang sangat belia.
Tak hanya anak laki-laki, ketiga putri beliau—Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum—juga wafat saat Nabi masih hidup, bahkan setelah mereka menjalani kehidupan berumah tangga. Bayangkanlah, seorang ayah yang harus menyaksikan kepergian satu demi satu anak-anaknya. Bila kita kehilangan satu anak saja mungkin kita merasa tidak sanggup menjalaninya, tetapi Rasulullah Saw harus kehilangan lima dari enam anaknya sepanjang hayat beliau.
Ujian-ujian ini bahkan menjadi bahan ejekan kaum musyrikin Quraisy. Mereka menyebut Nabi dengan gelar “abtar”—yang artinya terputus keturunannya, karena tidak ada anak laki-laki beliau yang hidup hingga dewasa. Pada masa jahiliyyah, anak laki-laki dianggap sebagai simbol kebanggaan dan penerus nasab. Maka cemoohan itu sangat menyakitkan.
Namun, dalam kesedihan itu, Allah Swt menurunkan penghiburan dan penguatan melalui surat Al-Kautsar:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ * فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ * إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (QS. Al-Kautsar: 1-3)
Ayat-ayat ini memberikan tiga pelajaran penting:
1. Ingatlah “ya Muhammad” nikmat yang besar dari Allah, meskipun cobaan datang bertubi-tubi. Jangan sampai musibah melupakan akan karunia Allah yang banyak itu.
2. Terus bersyukur kepada Allah, bahkan di tengah ujian hidup. Shalat dan berkurban menjadi simbol ketundukan dan syukur sejati kepada Allah Swt.
3. Jangan pedulikan celaan manusia, karena sesungguhnya orang yang mencela itulah yang tercela.
Kota Jakarta sebagai pusat keberagaman dan peradaban menghadapi berbagai tantangan besar. Namun semua tantangan itu insya Allah dapat diatasi jika setiap individu senantiasa menjaga keimanan kepada Allah Swt dan terus bersyukur dengan menjunjung tinggi amanah dari Allah Swt ini, sebab semua kita adalah pemimpin dalam bidang masing-masing, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wasallam:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga khutbah ini membawa manfaat bagi kita semua. Mari kita teladani keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan Nabi Muhammad ﷺ dan semoga kurban kita pada tahun ini diterima di sisi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكيْمِ. وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم أَقوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
للهُ أَكْبَرُ (7) وَلِلّهِ الحَمْدُ الحَمْدُ لله و كفى و الصلاة و السلام على النبي المصطفى و على أله و صحبه أهل الصدق والوفاء أَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ، اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. فقال الله تعالى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَأّيُّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلىَ ألِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى ألِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى ألِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ألِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى العَالمَيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّة سيدنا اللَّهُمَّ أغفر أُمَّة سيدنا مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ أنصر أُمَّةِ سيدنا مُحَمّد اللَّهُمَّ فَرِّجْ أُمَّة سيدنا مُحَمّد فرجا عاجلا برحمتك يا أرحم الراحمين. اللَّهُمَّ اجعل بلادنا آمنةً مطمئنة وسائر بلاد المسلمين
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlah Jakarta Selatan kota yang aman dan tenteram, yang Engkau ridai, dan menjadi tempat tumbuhnya kebaikan dan kemajuan bagi agama, bangsa, dan umat manusia. Anugerahkan kepada pemimpinnya kekuatan dan kesehatan. Limpahkanlah rahmat dan keberkahan-Mu kepada seluruh masyarakatnya dan satukan hati mereka dalam kebaikan. Amin ya Robbal Alamin.
Ya Allah, ya tuhan kami, ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, sayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi kami. Ya Allah ampunilah dosa guru-guru kami, berilah kami ilmu yang berkah dan manfaat baik di dunia maupun di akhirat. Ya Allah, ampuni dosa pasangan hidup kami, bimbinglah keluarga kami sehingga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, keluarga yang saling memotivasi untuk terus meningkatkan ibadah kepada Allah Swt. Ya Allah. ampuni dosa anak-anak kami, bimbing mereka dengan hidayah-Mu agar menjadi anak yang sholeh dan sholehan, anak yang berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya, anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya, anak yang berguna bagi masyarakat, agama dan bangsanya. Ya Allah, ampuni dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat baik yang masih hidup maupun yang telah tiada.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Ya Allah, kami banya berbuat dosa, jika di hari iedul adha ini engkau tidak mengampuni kami maka kami termasuk golongan yang merugi ya Allah. Maka jangan masukkan kami ke dalam kelompok orang-orang yang merugi ya Allah.
Ampuni sebusuk apapun diri kami, ampuni sebanyak apapun dosa yang kami perbuat. Ampuni segelap apapun masa lalu kami, ampuni senista apapun aib-aib yang kami sembunyikan selama ini, ampuni jika nikmat yang Kau berikan kepada kami, kami gunakan untuk bermaksiat kepada-Mu ya Allah. Ampuni kezaliman kami kepada anak-anak kami, saudara-saudara kami, tetangga kami dan ampuni kezaliman kami kepada orangtua kami Ya Allah. Ampuni jika ada orang yang pernah terhina dan tersesat karena lisan dan perbuatan kami. Ampuni andai ada harta haram, makanan haram, yang melekat pada tubuh kami ya Allah.
Ya Allah ya Tuhan kami, matikanlah kami dalam keadaan iman, matikan kami dalam keadaan islam dan matikan kami dalam keadaan husnul khotimah, jangan matikan kami dalam keadaan su’ul khotimah. Masukkanlah kami kedalam surga-Mu tanda dihisab bersama orang–orang yang engkau cintai, jangan masukkan kami kedalam nerakamu karena kami tidak mampu atas azab-Mu yang sangat pedih.
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِوَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و سلم. عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ. و السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Komentar
Posting Komentar