Jadilah Hamba Allah bukan Hamba Ramadhan


Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA

 

إنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِه اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَ بَعْدَه. أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيْمُ وَبَلَّغَ النَّبِيُ الكَرِيْمُ وَ نَحْنَ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ  وَ الشَّاكِرِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan nikmat-Nya sehingga kita dapat hadir di masjid yang penuh berkah ini untuk menunaikan ibadah salat Jumat berjamaah. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Mudah-mudahan kita termasuk ummatnya yang mendapatkan syafaat pada hari “lā yanfa‘u mālun wa lā banūn illā man atā Allāha bi qalbin salīm”

Mengawali khutbah Jumat kali ini, khatib berwasiat agar senantiasa kita meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Takut kepada Allah SWT di mana pun kita berada dan janganlah kita mati  kecuali dalam keadaan Islam. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah-Nya sehingga kita istiqamah dalam ibadah dan kebaikan hingga akhir hayat kita, dan kita mati dalam keadaan husnul khatimah. Amin.

Bulan Ramadhan kini hampir berlalu, meninggalkan kita dengan perasaan yang bercampur antara bahagia dan sedih. Bahagia, karena kita telah diberikan kesempatan untuk menjalani ibadah di bulan penuh keberkahan ini. Namun, di sisi lain, ada rasa sedih yang menyelimuti hati. Ramadhan, bulan di mana amal kebaikan dilipatgandakan, di mana rahmat dan ampunan Allah begitu dekat, akan segera pergi meninggalkan kita.

Kesedihan ini semakin mendalam ketika kita menyadari bahwa belum tentu kita akan kembali bertemu dengan Ramadhan di tahun berikutnya. Kita tidak tahu apakah masih diberi umur panjang untuk kembali merasakan indahnya suasana ibadah di bulan suci ini. Yang lebih menyedihkan lagi, betapa banyak peluang berharga yang Allah berikan di bulan ini, namun mungkin ada yang kita sia-siakan.

Hadirin yang Dimuliakan Allah Swt.

Sering kali kita mengira bahwa tujuan utama kita di bulan Ramadhan adalah seberapa banyak kita beri’tikaf di masjid, seberapa sering kita khatam Al-Qur'an, atau seberapa istiqamah kita dalam melaksanakan shalat tarawih. Padahal, bukan itu yang menjadi tujuan utama Ramadhan. Ramadhan hadir untuk mengajarkan kita satu hal yang lebih besar, yaitu bagaimana kita bisa mendapatkan ampunan Allah .

Ada orang yang tilawah Al-Qur’annya hingga lima kali khatam dalam Ramadhan, tetapi belum tentu mendapat ampunan Allah. Ada pula yang beri’tikaf selama sepuluh hari di masjid, tetapi belum tentu namanya tercatat sebagai hamba yang diampuni. Mengapa demikian? Karena ibadah yang kita lakukan tidak boleh hanya menjadi sekadar angka dan jumlah.

Jika tilawah kita membuat kita sombong...
Jika banyaknya ibadah kita menumbuhkan ujub dalam hati...
Jika i’tikaf kita menjadikan kita memandang sinis orang-orang yang lalu lalang di depan masjid...
Maka kita harus bertanya kepada diri sendiri: apakah ibadah kita benar-benar diterima oleh Allah?

Ketahuilah, ampunan Allah tidak pernah menyentuh hati yang tinggi dan sombong. Ampunan Allah bagaikan air yang selalu mencari tempat yang rendah.

Banyak orang yang tidak bisa beri’tikaf karena mereka harus memenuhi kebutuhan keluarga. Banyak pula yang hanya mampu khatam Al-Qur’an sekali dalam Ramadhan. Namun, jika hati mereka penuh dengan ketundukan dan kerendahan di hadapan Allah, jika air mata mereka menetes dalam doa penuh pengharapan, maka justru merekalah yang akan disapa oleh Allah dengan ampunan-Nya.

Ramadhan bukan tentang seberapa banyak kita beribadah, tetapi tentang bagaimana hati kita berserah kepada Allah. Ramadhan adalah kompetisi untuk mendapatkan rahmat dan maghfirah dari-Nya.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Ketahuilah bahwa Allah hanya menerima ibadah yang terbaik dari hamba-hamba-Nya. Kita tentu masih ingat kisah Habil dan Qabil, putra Nabi Adam AS. Ketika keduanya mempersembahkan kurban kepada Allah, hanya kurban Habil yang diterima, sedangkan kurban Qabil ditolak. Mengapa demikian? Karena Habil memberikan yang terbaik dari apa yang ia miliki, sedangkan Qabil memberikan sesuatu yang asal-asalan.

Dari kisah ini, kita belajar bahwa jika ingin ibadah kita diterima di sisi Allah, kita harus memberikan yang terbaik—shalat yang terbaik, sedekah yang terbaik, dan puasa yang terbaik. Bukan sekadar melaksanakan kewajiban, tetapi dengan penuh keikhlasan, kekhusyukan, dan pengharapan kepada-Nya.

Hadirin sekalian,

Ketika Allah menerima ibadah seorang hamba, itu adalah tanda cinta-Nya. Dan jika Allah telah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menuntunnya kepada kebaikan, memberinya hidayah, serta melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya. Allah akan meluaskan rezekinya, baik berupa harta yang halal, keluarga yang sakinah, maupun kehidupan yang penuh keberkahan. Semua itu diperuntukkan bagi mereka yang senantiasa beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya ibadah.

Maka tidak heran jika di penghujung Ramadhan, Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah begitu cemas dan berlinangan air mata. Beliau berkata:

اللَّهُمَّ، لَيْتَ شِعْرِي مَنْ هُوَ السَّعِيدُ فَأُهَنِّئَهُ، وَمَنْ هُوَ الشَّقِيُّ فَأُعَزِّيهِ.

"Ya Allah, alangkah ingin aku mengetahui siapa yang amal ibadah puasanya diterima, agar aku dapat mengucapkan selamat kepadanya. Dan aku juga ingin mengetahui siapa yang amal ibadahnya ditolak, agar aku dapat menghiburnya."

Para sahabat Rasulullah pun memiliki kekhawatiran yang sama. Setelah Ramadhan berlalu, mereka terus berdoa selama enam bulan:

اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَأَعْمَالَنَا فِي رَمَضَانَ

"Ya Allah, terimalah puasa dan amal ibadah kami di bulan Ramadhan."

Lalu, enam bulan sebelum Ramadhan berikutnya, mereka kembali berdoa:

اللَّهُمَّ بَلِّغْنَا رَمَضَانَ

"Ya Allah, sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan berikutnya."

Hadirin yang dirahmati Allah,

Ramadhan bukan sekadar ritual tahunan yang datang dan pergi. Ia adalah madrasah keimanan, tempat kita belajar untuk menjadi lebih baik. Mari kita jadikan setiap ibadah sebagai persembahan terbaik bagi Allah, karena hanya dengan itu kita bisa berharap mendapatkan penerimaan dan cinta-Nya.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Beberapa hari lagi, kita akan melewati bulan Ramadhan yang penuh berkah. Bulan di mana kita berpuasa di siang hari, menghidupkan malam dengan shalat, serta memperbanyak amal kebaikan. Namun, ada satu pertanyaan penting yang perlu kita renungkan: Apakah amalan kita ikut pergi bersama berlalunya Ramadhan? Apakah semangat ibadah kita juga pergi bersama perginya Ramadhan? Jangan sampai kita menjadi hamba Ramadhan—yang hanya rajin beribadah di bulan suci, tetapi kembali lalai setelahnya.

Para ulama mengingatkan kita dengan sebuah nasihat berharga:

كُنْ عَبْدًا رَبَّانِيًّا وَلَا تَكُنْ عَبْدًا رَمَضَانِيًّا

"Jadilah hamba Allah yang sejati, jangan menjadi hamba Ramadhan."

Mengapa demikian? Karena ibadah tidak terbatas hanya di bulan Ramadhan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

"Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu kematian." (QS. Al-Hijr: 99)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa tugas beribadah tidak berhenti hanya karena Ramadhan telah berakhir. Justru, Ramadhan harus menjadi titik awal untuk meningkatkan kualitas ibadah kita di bulan-bulan berikutnya.

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Mari kita jadikan Ramadhan sebagai pelatihan spiritual, bukan sekadar momen sesaat. Jangan biarkan semangat ibadah kita luntur setelah bulan suci berlalu. Pertahankan kebiasaan baik yang telah kita bangun: tetap menjaga shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, berinfak, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Semoga Allah menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan, menjaga kita tetap istiqamah dalam kebaikan, dan mengaruniakan kepada kita husnul khatimah. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

 

 

 

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاَوتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ أَقوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِه الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سيدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

فيا عباد الله اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ  للّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّة سيدنا اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّة سيدنا مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ أنصرأُمَّة سيدنا مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ فَرِّجْ عَنْ أُمَّةِ سيدنا مُحَمّد رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِوَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ. 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHUTBAH IEDUL FITRI 1446 H

Tujuan Hidup Manusia