ISRA DAN MIRAJ
Puja dan Puji Syukur
Puja dan
puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT, yang
senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Berkat limpahan-Nya, kita masih diberikan kesempatan untuk menunaikan
ibadah shalat Jumat di tempat yang penuh berkah ini. Shalawat dan salam marilah
kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, seorang hamba Allah
yang terpilih, yang telah diperjalankan oleh-Nya pada suatu malam dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian ke Sidratul Muntaha. Semoga shalawat dan
salam juga tercurah kepada keluarga beliau, para sahabat, serta seluruh umat
yang mengikuti petunjuknya.
Bulan-Bulan Penuh Sejarah
dalam Islam
Jika kita
renungkan, hampir setiap bulan dalam kalender Islam memiliki nilai sejarah yang
penting. Misalnya, bulan Muharram mengingatkan kita pada peristiwa hijrah.
Bulan Ramadan menghadirkan momentum turunnya Al-Qur'an (Nuzulul Qur'an). Bulan
Dzulhijjah mengingatkan kita pada peristiwa Idul Adha, sedangkan bulan Syawal
membawa kita pada Idul Fitri. Di bulan Rabi’ul Awal, kita mengenang Maulid
Nabi, dan ketika tiba bulan Rajab, kita diajak meresapi kebesaran Allah melalui
peristiwa Isra dan Mi'raj.
Peristiwa
Isra Mi'raj dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an
bukanlah kitab sejarah, tetapi banyak peristiwa bersejarah yang diabadikan di
dalamnya. Dalam gaya bahasa yang digunakan, Al-Qur'an memiliki keunikan
tersendiri. Salah satu contohnya adalah peristiwa Isra Mi'raj, yang diceritakan
dalam Surah Al-Isra’ (17:1) dengan diawali kalimat tasbih. Allah SWT berfirman:
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى
ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَى ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ
ءَايَٰتِنَآ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِير
Artinya: Maha Suci Allah yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat. (QS. Al-Isra’: 1)
Keistimewaan Peristiwa
Isra Mi'raj
Keistimewaan
Isra Mi'raj terletak pada pembuka ayat yang dimulai dengan kalimat
"Subhanalladzi" (Maha Suci Allah). Allah menyucikan diri-Nya untuk
menjamin kebenaran peristiwa ini, menegaskan bahwa Isra Mi'raj bukanlah
peristiwa biasa. Selanjutnya, penggunaan kata asra (memperjalankan)
menunjukkan bahwa Allah SWT adalah pelaku aktif dalam peristiwa tersebut,
sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah pihak yang diperlakukan, yaitu
diperjalankan.
Makna
"Bi 'Abdihi" (Hamba-Nya)
Allah
menggunakan kata ‘abdihi (hamba-Nya) untuk merujuk pada Nabi Muhammad
SAW, bukan menyebut namanya langsung. Hal ini mengandung dua makna:
1. Kata ‘abdihi
menegaskan bahwa Isra dan Mi'raj dilakukan oleh Nabi dengan jasad dan ruhnya
sekaligus.
2. Kata
ini juga menunjukkan pengakuan Allah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba-Nya
yang sejati. Tidak semua manusia yang mengaku sebagai hamba Allah diakui oleh
Allah, karena banyak di antara mereka yang sejatinya menjadi hamba dunia,
nafsu, atau materi.
Tanda-Tanda
Kebesaran Allah dalam Isra Mi'raj
Di sepanjang
perjalanan Isra Mi'raj, Nabi Muhammad SAW diperlihatkan berbagai tanda
kebesaran Allah. Misalnya, beliau melihat orang yang mencakar-cakar wajahnya
sendiri sebagai gambaran umat yang suka menjelekkan saudaranya. Nabi juga
melihat orang yang lidahnya dipotong sebagai simbol orang yang gemar membuat
fitnah. Sebaliknya, Nabi menyaksikan orang yang bercocok tanam dan langsung
memetik hasilnya, yang menggambarkan umat yang gemar bersedekah.
Shalat:
Mi'raj bagi Orang Beriman
Salah satu
keistimewaan peristiwa Isra Mi'raj adalah turunnya perintah shalat. Berbeda
dengan ibadah lainnya, seperti puasa, zakat, dan haji yang diturunkan di bumi,
perintah shalat diberikan langsung di langit ketika Nabi dipanggil ke hadirat
Allah SWT. Shalat adalah bentuk mi'raj bagi orang beriman, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: “Ash-shalatu mi’rajul mu’minin” (Shalat adalah mi'rajnya
orang-orang beriman).
Semoga dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk
semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui shalat dan amal salih
lainnya. Amin ya Rabbal ‘alamin.
ISRA
DAN MIRAJ KE 2
Selama hampir tiga tahun, Nabi
Muhammad SAW beserta seluruh kaum Muslimin diboikot oleh kaum Quraisy. Kafir
Quraisy sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli, bahkan
berbicara kepada kaum Muslimin. Mereka juga sepakat untuk tidak menjenguk orang
sakit dan tidak mengantarkan jenazah orang yang meninggal dunia dari kalangan
Bani Hasyim maupun kaum Muslimin.
Pada saat penderitaan Nabi
memuncak, wafatlah Abu Thalib, paman Nabi yang telah melindunginya sejak kecil,
setelah ditinggal oleh ibunya, Aminah, dan kakeknya, Abdul Muthalib. Setelah
Abu Thalib wafat, kaum Quraisy semakin leluasa menyakiti Nabi Muhammad SAW.
Selang tiga hari kemudian, Sayyidah Khadijah RA, istri yang paling dicintai
Nabi, juga wafat. Khadijah RA bukan hanya istri yang penuh cinta, tetapi juga
sahabat yang senantiasa mendukung perjuangan Nabi, baik secara material maupun
spiritual.
Tiga peristiwa besar yang terjadi
secara berurutan itu sangat berpengaruh pada jiwa Nabi SAW. Beliau merasa sedih
dan gundah gulana. Beban dakwah yang ditanggungnya terasa semakin berat. Oleh
karena itu, para sejarawan menamai tahun itu sebagai ‘Amul Huzn (tahun
kesedihan). Dalam kondisi yang penuh kesedihan ini, Allah SWT mengundang Nabi
Muhammad SAW melalui peristiwa Isra dan Mi'raj.
Pada malam itu, Malaikat Jibril
AS datang menjemput Nabi. Jibril membangunkan beliau dan membimbingnya keluar
dari Masjidil Haram. Di luar masjid, telah menunggu kendaraan bernama Buraq,
yang kecepatannya lebih cepat dari kecepatan cahaya.
Tempat pertama yang disinggahi
adalah Kota Madinah. Jibril berkata, “Di kota inilah engkau nanti akan
berhijrah.” Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa, tempat penghentian
Nabi Musa ketika melarikan diri dari Mesir, lalu ke bukit tempat Nabi Musa
menerima wahyu, kemudian ke Betlehem, tempat lahirnya Nabi Isa AS. Setelah itu,
perjalanan dilanjutkan ke Masjidil Aqsha di Yerusalem. Di sana, Nabi Muhammad SAW
bertemu dengan para nabi dan rasul.
Setelah itu, Jibril membimbing
Nabi ke sebuah batu besar, yang tiba-tiba memunculkan tangga indah. Pangkal
tangga berada di Baitul Maqdis, dan ujungnya menyentuh langit. Nabi Muhammad
SAW bersama Jibril naik tangga tersebut menuju langit tujuh dan Sidratul
Muntaha.
Di langit pertama, Nabi disambut
oleh Nabi Adam AS. Di langit kedua, beliau bertemu Nabi Isa AS dan Nabi Yahya
AS. Di langit ketiga, beliau bertemu Nabi Yusuf AS. Di langit keempat, Nabi
bertemu Nabi Idris AS. Di langit kelima, Nabi bertemu Nabi Harun AS. Di langit
keenam, beliau bertemu Nabi Musa AS. Dan di langit ketujuh, beliau bertemu Nabi
Ibrahim AS.
Kemudian, Nabi dinaikkan ke
Baitul Makmur, yang di dalamnya terdapat 70.000 malaikat yang sedang
melaksanakan shalat. Selanjutnya, Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan
untuk menghadap Allah SWT tanpa ditemani Jibril.
Jibril juga memperlihatkan surga
kepada Nabi. “Aku akan perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu di sana,
sehingga engkau lebih zuhud dari zuhudmu yang telah ada,” kata Jibril. Nabi
melihat gedung-gedung dari intan dan mutiara, pohon-pohon dari emas, dan
Al-Kautsar, yang diperuntukkan untuknya. Nabi melihat surga yang keindahannya
tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak
pernah terlintas dalam hati manusia. Kemudian, Nabi diperlihatkan neraka,
termasuk belenggu dan rantai-rantai neraka, serta kaum yang mencakar wajah dan
dada mereka sendiri dengan kuku dari tembaga.
Setelah itu, Nabi turun ke bumi
setelah meminta keringanan shalat fardhu hingga menjadi lima waktu. Nabi
kembali ke Masjidil Haram sebelum waktu subuh tiba.
Isra dan Mi'raj merupakan
pengalaman keagamaan yang paling istimewa bagi Nabi Muhammad SAW. Puncaknya
terjadi di Sidratul Muntaha, ketika Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Peristiwa
ini semakin menguatkan keyakinan Nabi terhadap keagungan Allah SWT.
Kebahagiaan bertemu dan berdialog
dengan Allah di Sidratul Muntaha tidak membuat Nabi lupa akan tugas utamanya,
yaitu menebarkan rahmat Allah melalui dakwahnya. Kebahagiaan tersebut dibarengi
dengan kebijaksanaan, sehingga Nabi mampu membedakan antara persoalan pokok dan
cabang, antara prinsip dan taktik, antara esensi dan aksidensi.
Bagaimana
dengan kita? Ketika Nabi Muhammad SAW menghadapi tantangan berat dalam
dakwahnya, Allah SWT mengundangnya melalui peristiwa Isra dan Mi'raj. Peristiwa
ini mengobati luka hati beliau, menghilangkan kesedihannya, dan menghibur
dukanya, sehingga jiwanya kembali segar dan bahagia untuk melanjutkan tugas
dakwahnya.
Namun,
bagaimana bila hambatan dakwah dan penderitaan itu kita alami? Apakah kita juga
bisa di-Isra’kan dan di-Mi'raj-kan seperti Nabi Muhammad SAW? Jawabannya tentu
tidak. Namun, ada amalan bagi orang-orang beriman yang memiliki fungsi seperti
Mi'raj, yaitu shalat.
Rasulullah
SAW bersabda: "Ash-shalatu mi’rajul mu’minin" (shalat adalah
mi'rajnya orang-orang yang beriman).
Semoga
khutbah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Al-Mukarram para kyai, para asatidz,
serta hadirin sekalian yang dirahmati Allah,
Panitia penyelenggara, bapak/ibu calon penghuni surga Allah SWT, izinkan kami
menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan peristiwa Isra' dan Mi'raj.
Isra' dan Mi'raj mengandung tiga unsur
penting:
1.
Unsur Keimanan
2.
Unsur Ilmu Pengetahuan
3.
Unsur Amaliyah Ibadah
Mari kita bahas satu per satu.
Yang pertama adalah keimanan.
Isra' dan Mi'raj menjadi bukti nyata
akan kekuasaan Allah SWT yang tidak terbatas. Peristiwa ini sekaligus menjadi
pencerahan keimanan bagi Nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Namun, sebelum peristiwa ini terjadi,
Nabi Muhammad SAW menghadapi ujian yang sangat berat. Beliau dan para
pengikutnya diboikot oleh kaum Quraisy selama tiga tahun. Jika kita
membayangkan diri kita berada dalam posisi tersebut, mungkin kita akan menyerah
dan memilih untuk berhenti.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW menghadapi
berbagai penghinaan. Beliau pernah diludahi ketika hendak menuju masjid. Jika
kita berada di posisi tersebut, mungkin kita akan langsung emosi, bahkan
bertindak kasar. Namun, Nabi Muhammad SAW tetap sabar dan istiqamah dalam
menjalankan tugas dakwahnya.
Puncak ujian itu terjadi ketika
pamannya, Abu Thalib, wafat. Tak lama kemudian, istri tercinta beliau, Siti
Khadijah, juga wafat.
Kehilangan dua orang yang sangat beliau
cintai dalam waktu yang berdekatan membuat Nabi Muhammad SAW sangat sedih.
Peristiwa ini dikenal sebagai Tahun Kesedihan (عام الحزن).
Di sinilah terlihat kekuatan keimanan
Nabi Muhammad SAW. Meski berada dalam situasi yang sangat berat, beliau tetap
tegar dan melanjutkan dakwahnya.
Yang kedua adalah ilmu pengetahuan.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj juga
mengandung pelajaran tentang pentingnya ilmu pengetahuan. Dalam perjalanan ini,
Nabi Muhammad SAW diperlihatkan berbagai tanda kebesaran Allah SWT. Beliau
bertemu para nabi terdahulu, melihat surga dan neraka, serta memahami hakikat
alam semesta.
Melalui peristiwa ini, Allah SWT
mengajarkan kepada kita bahwa ilmu pengetahuan adalah jalan untuk mendekatkan
diri kepada-Nya.
Yang ketiga adalah amaliyah ibadah.
Salah satu hadiah terbesar dari Isra'
dan Mi'raj adalah perintah shalat lima waktu. Rasulullah SAW bersabda, "Ash-shalatu
mi'rajul mu'minin" (shalat adalah mi'rajnya orang-orang beriman).
Shalat adalah sarana bagi kita untuk
"bertemu" dengan Allah SWT. Dalam shalat, kita merasakan ketenangan,
kebahagiaan, dan kedekatan dengan-Nya. Oleh karena itu, jika kita menghadapi
kesulitan dalam hidup, shalat adalah solusi terbaik.
Pendidikan dalam Islam dan peran Perempuan
Dalam Islam, perempuan memiliki
kedudukan yang sangat tinggi. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang
paling berhak atas kebaikan dan perhatian?" Beliau menjawab, "Ibumu,
ibumu, ibumu, kemudian ayahmu."
Tanggung jawab pendidikan anak lebih
banyak berada di tangan ibu. Contoh-contoh hebat dalam sejarah membuktikan
bahwa banyak tokoh besar yang lahir dari didikan seorang ibu, bahkan seorang
ibu yang menjadi janda.
- Bung Karno dan Bung Hatta, misalnya, adalah tokoh
besar yang lahir dari didikan seorang ibu.
- Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal pun tumbuh
besar di bawah bimbingan seorang ibu.
- Bahkan Rasulullah SAW sendiri adalah anak yatim
yang dibesarkan oleh ibundanya.
Kesimpulan
Peristiwa Isra' dan Mi'raj mengajarkan kepada kita tentang kekuatan keimanan,
pentingnya ilmu pengetahuan, dan keutamaan ibadah shalat. Semoga kita semua
dapat mengambil hikmah dari peristiwa ini dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar