3 KUNCI KEBAHAGIAAN DUNIA AKHIRAT

  Hadirin yang dimuliakan Allah

Hadits yang pertama di dalam kitab shahih Muslim adalah hadis yang sangat masyhur yang disebut dengan Ummu as-Sunnah atau ‘induknya hadis-hadis Nabi.’ Karena seluruh hadits-hadits Nabi terangkum dalam hadits tersebut. Hadis ini di kenal juga dengan sebutan hadis Jibril.

Pernah pada suatu ketika, malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad  dengan menjelma menjadi seorang manusia. Kemudian ia bertanya kepada Rasulullah tentang Islam, maka Rasulullah menjawab lima rukun Islam.

 

 الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إلَه إلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُولُ الله، وَتُقِيْمَ الصَّلاَة، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ البيْتَ إِنِ اِسْتَطَعتَ إِليْهِ سَبِيْلاً.

“Ya Muhammad! Kabarkan kepadaku tentang Islam.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam adalah Engkau bersyahadat lâ ilâha illâllâh dan muhammadur rasûlûllâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika Engkau mampu menempuh jalannya.”

Kemudian Jibril kembali bertanya tentang iman, maka Rasulullah  menjawab dengan enam rukun iman.

 

أَنْ تُؤمِنَ بِالله، وَمَلاِئكَتِه، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَومِ الآَخِر، وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Lelaki itu bekata lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang iman” Beliau menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Akhir, dan Engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” 

Kemudian setelah itu Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang ihsan, dan di jawab bahwa ihsan itu adalah

 

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah, jika engkau tidak melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihat engkau

Berdasarkan hadis ini, para ulama menjadikan agama itu bertingkat-tingkat. Tingkatan Islam, iman, dan ihsan.

Secara umum, kaum muslimin telah masuk dalam tingkatan yang pertama yaitu Islam karena sudah mengucapkan dua kalimat syahadat. Akan tetapi tidak semua orang Islam beriman.

Allah  berfirman :

 

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَـٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ
Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka ya Muhammad), Bahwa kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami Islam,’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. 
(QS. Al-Hujurat [49] : 14)

Rukun Islam berkaitan dengan amalan zhahir (nampak) sedangkan Iman berkaitan dengan amalan bathin (tidak Nampak), karena tempat iman ada di dalam hati.

Para ulama kemudian mengembangkan rukun Islam menjadi ilmu fiqih. Rukun Iman dikembangkan lagi menjadi ilmu aqidah dan rukun ihsan dikembangkan lagi menjadi ilmu tasawuf.

Ilmu Fiqih hanya membahas “sah” atau “batal”nya suatu ibadah, jika sudah terpenuhi “rukun” dan “syarat” maka suatu ibadah dianggap ‘sah’. Sedangkan Ilmu aqidah dan ilmu tasawuf membahas tentang “maqbul” (diterima) atau ‘mardud’ (ditolak) nya suatu ibadah.

Berapa banyak ibadah yang sah secara fiqih tapi tidak diterima (qobul) di sisi Allah Swt. Contohnya firman Allah :

 

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ

Artinya: “Celaka bagi orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, (dan ketika sholat) ia riya.

Riya adalah syirik kecil yang menandakan lemahnya iman kepada Allah Swt.

Rasulullah bersabda :

 

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش

Artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i).

Hadits ini menunjukkan bahwa banyak orang yang berpuasa namun pahala puasanya terkuras hingga tak tersisa disebabkan hal-hal yang mereka perbuatan dosa selama berpuasa. Kenapa ia melakukan dosa?, karena lemahnya ‘ihsan’ di dalam dirinya karena tidak merasakan kehadiran Allah di setiap ibadahnya.

Yang saya ingin maksudkan dari penjelasan ini adalah bahwa untuk mempelajari ilmu Fiqih (seperti Sholat dan Haji) ilmu yang hanya berbicara masalah dzohir membutuhkan seorang guru yang membimbing dan memberikan contoh. Apalagi kalau kita belajar Iman dan Ihsan, Aqidah dan Tasawuf. Tentu lebih membutuhkan guru yang membimbing, memberikan contoh dan memberikan uswatun hasanah.

Tujuan akhir dari pada iman dan ihsan ini adalah untuk (تقرب الى الله) mendekatkan diri kepada Allah Swt dan memperoleh kecintaan Allah Swt (محبة الله).

Dan untuk mencapai derajat ini tidaklah mudah, harus melalui thoriqoh, jalan-jalan atau prinsip-prinsip yang diajarkan para kekasih kekasih Allah yang memang sudah teruji kebenarannya.

Ada 3 prinsip yang diajarkan guru kita. 3 prinsip ini sudah di praktekkan oleh guru mulia kita dan sekarang dihidangkan kepada kita murid-muridnya, ibarat makanan yang sudah jadi kita tinggal makan saja. Kita tinggal jalanin, nikmatin dan yaqinin. Apa 3 prinsip itu!

1.  Prinsip yang pertama adalah (كثرة الذكر) memperbanyak zikir,

2.  Prinsip yang kedua adalah (كثرة الصدقة) memperbanyak shodaqoh, dan

3.  Prinsip yang ketiga adalah (إدخال السرور) menyenangkan guru dan orang tua.

Dalil-dalil untuk 3 prinsip ini banyak sekali di dalam al-Qur’an dan hadits, sehingga kita menjalankan 3 prinsip ini, mengikuti ajaran guru kita yang mulia dengan sumber dan landasan yang kuat.

Prinsip yang pertama adalah (كثرة الذكر) memperbanyak zikir. Allah swt berfirman di dalam surah al-Jumu’ah ayat 10:

وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

 “Dzikirlah kamu sebanyak-banyak agar kamu beruntung”.

Untuk zikirnya apa yang dibaca? Ada zikir bulanan yaitu Zikrul Ghofilin (ذكر الغافلين) dan ada yang harian yaitu membaca Surat Alfatihah (سورة الفاتحة) dan shalawat  kepada Nabi Muhammad Saw (اللهم صل على محمد).

Adapun keutamaan surat al-fatihah adalah bahwa Allah menurunkan banyak kitab kemuka bumi ini dan seluruh kitab itu disimpulkan dalam satu kitab yang bernama al-Quranulkarim. Kemudian al-Quranulkarim disimpulkan dalam satu surat yaitu surat Al-Fatihah.

Adapun sholawat kepada Nabi Muhammmad adalah amalan yang pasti diterima dan pasti sampai kepada Rasulullah SAW. Ada Seorang penyair berkata :

 

أَدِمِ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّد فَقَبُوْلُهَا حَتْمًا بِغَيْرِ تَرَدُّدٍ أَعْمَالُنَا بَيْنَ الْقَبُوْلِ وَرَدِّهَا  اِلاَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ

Artinya : “Bacalah shalawat selalu (mudawamah, istiqomah), sebab ibadah shalawat itu pasti qobul (diterima Allah). Adapun amal yang lain mungkin saja qobul (diterima) dan mungkin mardud (ditolak), kecuali shalawat kepada baginda Nabi Muhammad Saw.”

Prinsip yang kedua memperbanyak shodaqoh. Minimal ada 9 keutamaan shodaqoh yang akan kita dapatkan :

(النجاح) kesuksesan (الفوز) kemenangan (السعادة) kebahagiaan (الشفاء) kesembuhan (طول العمر) Panjang umur (دفع البلاء) menolak bala (جلب الرزق) menarik rizki (تقرب الغنى) mendekatkan kepada kekayaan (تبعد الفقر) menjauhkan dari kefakiran (تبعد عن ميتة السوء) menjauhkan daripada kematian yang buruk atau su’ul khotimah.

Contohnya adalah hadits Nabi Muhammad Swt :

 

دَاوُوا مَرضاكُمْ بِالصَّدقةِ

“Obatilah penyakit-penyakit kalian melalui sedekah.”

 

 مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tiada sehari pun yang dilewati oleh para hamba-Nya melainkan turun dua orang malaikat, maka satu di antara mereka berkata : ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi orang yang berinfaq’, dan malaikat lainnya berkata, ‘Ya Allah berikanlah kebinasaan bagi orang yang menahannya’.”

 

Prinsip yang ketiga adalah menyenangkan guru dan orang tua. Rasulullah Saw bersabda :


إِنَّ اَحَبَّ الْاَعْمَالِ اِلَى اللهِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُسْلِمِ (رواه الطبراني)

Artinya: ‘Amal yang paling disukai Allah setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim yang lain. (HR. Thabrani)

 

رُوِيَ، مَنْ اَدْخَلَ عَلَى مُؤْمِنٍ سُرُوْرًا، خَلَقَ اللهُ مِنْ ذَلِكَ السُرُوْرِ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَلَكٍ، يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

 Artinya:  Dalam kitab Al ‘Athiyyatul Haniyyah dijelaskan “Barang siapa yang membahagiakan orang mukmin lain, Allah ta’ala menciptakan 70.000 malaikat yang ditugaskan memintakan ampunan baginya sampai hari kiamat sebab ia telah membahagiakan orang lain.”

Ini yang kita senangkan adalah orang lain. Bagaimana jika yang kita senangkan adalah guru dan orang tua kita. Pasti Allah akan menyenangkan kita dan Allah akan limpahkan kepada kita keberkan berkah dari langit dan bumi, sebagaimana firman Allah Swt:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ

 

Hadirin yang dimuliakan Allah Swt

Kenapa derajat guru lebih tinggi daripada orang tua? Karena guru itu adalah ulama dan ulama adalah pewaris para nabi. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw:

 

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنَ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Artinya : “Ulama itu adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Para Nabi mewariskan Ilmu. Maka barangsiapa yang mendapatkan warisan ilmu tersebut maka ia telah mengambil jatah bagian yang banyak”

Jadi warisan terbesar itu adalah ilmu. Dari mana dapatnya ilmu kalau bukan dari ulama yang merupakan pewaris para Nabi.

 Sayyidina Ali bin Abi Tholib pernah berkata bahwa ilmu lebih utama dari harta (العلم خير من المال).

Allah Swt berfirman :

 

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (yaitu Rasulullah), niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Rasulullah sekarang sudah tidak ada. Tapi ada pewarisnya. Siapa pewarisnya? Pewarisnya adalah ulama.

Tentu ulama di sini bukan sembarang ulama. Ulama di sini adalah ulama thoriqoh, (العالم المرشد)

Nanti Guru mursyid inilah yang memerintahkan muridnya untuk cinta kepada kedua orang tua, berbakti kepadanya dan memohon ridho darinya.

Level pertama dalam menyenangkan orang tua dengan berkata baik kepada keduanya, sebagaimana firman Allah Swt:

 

فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

 Artinya : “Janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”.

Level kedua, dengan mentaati perintahnya dan kalau bisa sebelum diperintah, kita sudah mengetahui apa yang diinginkan orang tua. “tawarin mereka”/“tawarin orang tua” sebagaimana Allah Swt berfirman :

 

وَّبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا‌ ۚ

Artinya : “berbuat baiklah terhadap kedua orang tua”

 

Hadirin yang dimuliakan Allah Swt

Maka dari itu seorang penyair sufi berkata:

 

أُقَـدِّمُ أُسْتَــاذِىْ عَلَى نَفْسِ وَالِدِىْ ۞ وَاِنْ نَالَنِىْ مِنَ وَالِدِى الْفَضْلَ وَالشَّرَفَ

Aku lebih mendahulukan guruku atas orang tuaku, meskipun aku memperoleh keutamaan dan kemuliaan dari orang tuaku

 

فَذَاكَ مُرَبِّ الرُّوْحِ وَالرُّوْحُ جَــــوْهَرُ ۞ وَهَذَا مُرَبِّ الْجِسْمِ وَالْجِسْمُ كَالصَّدَفْ

Karena guru yang membimbing ruh dan ruh adalah mutiara, sedangkan orang tua adalah pembimbing jasmani, dan jasmani bagaikan cangkangnya binatang kerang.

Dalam kitab Khazinatul Asrar dikatakan :

 

كُنْ مَعَ اللهِ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ اِنْ كُنْتَ مَعَهُ

Hendaklah engkau selalu bersama Allah, Jika tidak bisa, maka berusahalah selalu bersama dengan orang-orang yang dekat dengan Allah, niscaya engkaupun akan wushul/ sampai wushul kepada Allah, selagi engkau bersamanya.

Maka banyakin sholat taubat, karena setiap hari kita punya dosa baik kepada Allah guru, dan orang tua. Banyakin sholat hajat dan banyakin sujud syukur, kita syukuri bahwa Allah masih memberikan kita Hidayah sehingga kita bisa masuk dalam rombongan kereta zikrul ghofilin, walaupun kita berada di gerbong terakhir tapi gerbong depan kita ada Rasulullah, para anbiya, para auliya dan guru kita menuju apartemen zikrul ghofilin di surga kelak.

Tapi untuk menggapai hidayah itu perlu mujahadah. Hidayah itu perlu dijemput. Tanpa kesungguhan kita tidak akan dapat hidayah itu. Makanya Allah berfirman :

 

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.

 

Maka banyakin minta hidayah kepada Allah daripada banyakin minta ilmu. Karena Rasulullah bersabda :

 

مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا

Artinya : “Barangsiapa bertambah ilmu tetapi tidak bertambah hidayah, bukan makin dekat dengan Allah malah justru membuat ia jauh dari Allah Swt “

Saya sebagai murid, mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya, alfaqir adalah murid yang paling banyak salah dan banyak lalai. Hakikatnya ketika kita tausiyah, ceramah, khutbah atau ketika memerintahkan seseorang dengan satu jari telunjuk, ingatlah bahwa ada tiga jari yang mengarah kepada dirinya dalam hal ini saya.  

 

العفو منكم والله الموفق إلى أقوام الطريق ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KHUTBAH IEDUL FITRI 1446 H

Tujuan Hidup Manusia

Jadilah Hamba Allah bukan Hamba Ramadhan